Allah Subhānahu wa Ta’āla berfirman :
كِتَابٌ أَنْزَلْنَاهُ إِلَيْكَ لِتُخْرِجَ النَّاسَ مِنَ الظُّلُمَاتِ إِلَى النُّورِ بِإِذْنِ رَبِّهِمْ إِلَى صِرَاطِ الْعَزِيزِ الْحَمِيدِ
“(Ini adalah) Kitab yang Kami turunkan kepadamu agar kamu mengeluarkan manusia dari gelap gulita kepada cahaya terang benderang dengan izin Tuhan mereka, (yaitu) menuju jalan Tuhan Yang Maha Perkasa lagi Maha Terpuji.” (QS Ibrahim : 1)
Sesungguhnya Nabi diutus oleh Allah Subhānahu wa Ta’āla untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan-kegelapan menuju cahaya yang terang benderang. Dan sungguh alam semesta sebelum diutusnya Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wasallam berada dalam kondisi gelap gulita.
Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda:
إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَاب
“Allāh Subhānahu wa Ta’āla melihat kepada penduduk bumi, lalu Allāh murka kepada orang Arab dan orang ‘ajam (non arab) kecuali yang tersisa dari Ahli Kitab.” (HR Muslim no 2865)
Hadits ini berkaitan dengan kondisi manusia sebelum diutusnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam yang penuh dengan kerusakan, sehingga Allah murka kepada penduduk bumi seluruhnya kecuali hanya sisa-sisa Ahlul Kitab. Hal ini menunjukan masih ada segelintir kecil dari penganut ahlul kitab yang masih di atas kebenaran, hanya saja mereka sangat sedikit dan tidak bisa memberikan pengaruh.
Pada bab sebelumnya telah dibahas tentang kerusakan yang terjadi di jazirah Arab, maka pada bab ini akan disinggung mengenai kerusakan yang terjadi di negeri-negeri lain di luar jazirah Arab. Tujuan penjelasan ini adalah untuk meyakinkan kita akan urgensi diutusnya Nabi Muhammad dan juga untuk menjelaskan akan nilai agung yang ada pada cahaya yang dibawa oleh Nabi. Dengan mengetahui pekat dan gulitanya kegelapan maka akan semakin nampaklah nilai dari cahaya.
Ada 2 negeri adidaya (superpower) di zaman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, yaitu Romawi dan Persia. Inilah 2 negara yang saat itu menguasai dunia. Romawi menguasai sebelah barat bumi sedangkan Persia menguasai sebelah timur bumi. Romawi memiliki daerah kekuasaan yang luas sampai-sampai Allāh Subhānahu wa Ta’āla mengabadikan nama mereka di dalam Al-Qurān dengan surat Ar-Rūm yang artinya Romawi.
Kedua negeri ini (Romawi dan Persia) telah disebutkan oleh Allah dalam firmanNya :
غُلِبَتِ الرُّومُ (2) فِي أَدْنَى الْأَرْضِ وَهُمْ مِنْ بَعْدِ غَلَبِهِمْ سَيَغْلِبُونَ (3) فِي بِضْعِ سِنِينَ لِلَّهِ الْأَمْرُ مِنْ قَبْلُ وَمِنْ بَعْدُ وَيَوْمَئِذٍ يَفْرَحُ الْمُؤْمِنُونَ (4)
“Telah dikalahkan bangsa Romawi (yaitu dikalahkan oleh Persia) di negeri yang terdekat, dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang (mengalahkan Persia) dalam beberapa tahun lagi. Bagi Allah-lah urusan sebelum dan sesudah (mereka menang). Dan di hari (kemenangan bangsa Romawi) itu bergembiralah orang-orang yang beriman.” (QS Ar-Ruum : 2-4)
ROMAWI
Romawi adalah negara yang sangat besar yang luasnya mencapai tiga perempat benua Eropa dan dari sisi agama menganut agama Kristen. Secara garis besar, Romawi ada 2;
⑴ Romawi Barat, ibukotanya Roma. Penduduknya mayoritas beragama Katholik. Dan kerajaan Romawi Barat telah tumbang sebelum diutusnya Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, sehingga tatkala diutusnya Nabi tidak tersisa kecuali kerajaan Romawi Timur.
⑵ Romawi Timur, ibukotanya adalah Konstantinopel. Penduduknya mayoritas beragama Kristen Ortodoks. Dan di zaman Nabi shallallahu ‘alahi wasallam Romawi Timur dipimpin oleh Kaisar Heraklius. Sebutan Kaisar adalah gelar bagi raja-raja Romawi.
Sering terjadi pertikaian dan perang saudara di antara dua kerajaan ini selama bertahun-tahun, sehingga menyebabkan terbunuhnya ribuan penduduk mereka lantaran pertikaian antara kristen Ortodoks dengan kristen Katholik. Selain itu juga sudah ada sekte-sekte kristen lainnya dan sekte-sekte tersebut sampai sekarang masih ada dan masih bertikai. Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam bersabda :
افْتَرَقَتِ الْيَهُودُ عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً، وَتَفَرَّقَتِ النَّصَارَى عَلَى إِحْدَى أَوْ ثِنْتَيْنِ وَسَبْعِينَ فِرْقَةً
“Yahudi terpecah menjadi 71 golongan dan Nashāra terpecah menjadi 72 golongan” (HR Abu Dawud no 4596)
Dari sisi moralitas dan akhlak, bisa dikatakan bahwa kondisi Romawi sangatlah buruk. Disebutkan oleh para ahli sejarah bahwa di masa Romawi, pernikahan itu sangat mahal. Orang harus mengeluarkan biaya yang sangat besar jika ingin menikah, sementara penduduk banyak yang miskin dan harta meskipun banyak akan tetapi hanya terakumulasi di sebagian kecil pembesar kerajaan. Akhirnya banyak diantara rakyat Romawi yang memilih untuk tidak menikah dan memilih untuk melampiaskan syahwat dengan perzinaan, sehingga tersebarlah praktik zina di segala penjuru dan muncullah nasab-nasab yang tidak jelas.
Selain itu korupsi dan fenomena sogok menyogok adalah suatu hal yang biasa di kerajaan. Siapa yang ingin mewujudkan keinginannya di kerajaan maka harus melakukan praktik sogok-menyogok.
Demikian juga pajak berat yang dibebankan kepada rakyat padahal rakyat dalam kondisi miskin. Hal ini menjadikan kondisi psikologis rakyat Romawi sangat menderita dan penuh tekanan.
Perbudakan merajalela di Romawi yang menunjukkan bahwa perbudakan itu sudah ada semenjak zaman dahulu. Sehingga tidak benar orang-orang non muslim yang menuduh bahwa agama Islam itu adalah agama yang mengajak kepada perbudakan. Padahal orang yang arif akan melihat, Islam justru mengajarkan membebaskan perbudakan. Terdapat banyak anjuran Nabi ﷺ di dalam kompilasi hukum-hukum dan fikih Islam untuk membebaskan budak, seperti kaffarah dengan cara membebaskan budak dan pahala yang besar bagi orang yang memerdekakan budak, perintah untuk berbuat baik kepada budak, dan yang lainnya. Islam datang pada suatu zaman yang saat itu merebak aktivitas perbudakan, baik di Romawi maupun di Persia. Akan tetapi Islam menyeru dan memotivasi penganutnya untuk membebaskan budak dan mengajarkan bagaimana bersikap yang baik kepada budak.
Sebaliknya di dalam sejarah bangsa Romawi, mereka sangat bengis terhadap budak. Mereka bersikap sangat tidak manusiawi kepada budak. Bahkan disebutkan dalam beberapa literatur sejarah, diantara hiburan yang sering mereka kerjakan adalah mereka berkumpul di dalam suatu aula yang luas, lalu melepaskan binatang buas (singa atau macan) untuk diadu dengan seorang budak yang dianggap kuat. Mereka senang ketika melihat pertarungan berakhir dengan kematian budak tersebut. Inilah diantara kebiasaan buruk yang dilakukan oleh bangsa Romawi terhadap budak.
Kita mungkin merasa aneh mendengar tentang hal ini, bagaimana akhlak masyarakat begitu rendah, penuh dengan kegelapan sehingga mereka merasa nikmat menonton budak yang disiksa dan disantap oleh hewan buas. Akan tetapi inilah realita yang terjadi. Bahkan kenyataannya sisa-sisa tradisi seperti ini masih dilestarikan di negara Spanyol, yaitu banteng yang dibuat marah dan dihadapannya ada seorang matador, yang seringnya matador tersebut tidak bisa menguasai sang banteng dan akhirnya menjadi korban keganasan sang banteng. Di samping itu hal ini menjadi tontonan masyarakat umum.
Demikian juga sekumpulan banteng yang dibuat marah lalu sengaja dilepaskan di lorong-lorong kampung yang sempit yang penuh dengan kumpulan masyarakat yang memang sudah menanti kedatangan para banteng tersebut. Akhirnya banteng-banteng tersebut berlari dengan liar dan penuh kemarahan menabrak apapun yang dilewatinya, termasuk masyarakat yang sudah menanti-nanti keluarnya banteng-banteng tersebut. Mereka malah bergembira dan senang melihatnya, ada yang terluka, bahkan ada yang mati. Ini adalah tradisi buruk yang masih mereka lestarikan sampai saat ini, dimana nenek moyang mereka dahulu telah melakukan kebiasaan itu.
Diantara kebengisan bangsa Romawi, mereka pernah menyerang bangsa Yahudi di Palestina sebagai bentuk kemarahan mereka untuk membela Isa ‘alaihis salam setelah sekitar 40 tahun terangkatnya Nabi Isa ‘alaihis salam (Lihat Tarikh At-Thobari 1/342, 357). Pada tahun 70 Masehi di masa pemerintahan Kaisar Vespasianus, bangsa Yahudi sempat dikepung sekitar 4 bulan yang menyebabkan rakyat mereka banyak yang mati kelaparan sehingga mereka pun akhirnya menyerah. Setelah menyerah, datanglah instruksi dari kaisar Romawi agar pria Yahudi sendiri yang mengeksekusi anak-anak dan istri mereka. Bukan tentara Romawi yang membunuh, melainkan orang-orang Yahudi sendirilah yang diperintahkan untuk membunuh keluarga mereka. Yang menakjubkan adalah, disebabkan begitu takutnya orang-orang yahudi maka merekapun nurut saja dengan perintah mengerikan itu, tentu mereka berharap bahwa dengan menjalankan perintah tersebut maka masih ada kemungkinan jiwa mereka akan selamat. Padahal yahudi adalah bangsa yang sangat cinta dengan kehidupan, sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qurān
يَوَدُّ أَحَدُهُمْ لَوْ يُعَمَّرُ أَلْفَ سَنَةٍ
“Seorang Yahudi berharap agar diberi umur seribu tahun.” (QS Al-Baqarah : 96)
Mereka menganggap bahwa surga mereka adalah di dunia. Karena itu, mereka lebih senang hidup di dunia, berharap dipanjangkan umurnya, dan mereka sangat takut meninggal. Akhirnya mereka -bangsa Yahudi- membunuh istri dan anak-anak mereka sendiri, kecuali yang berhasil kabur dan melarikan diri. Namun ternyata setelah membunuh keluarga mereka, mereka disuruh saling membunuh diantara mereka.
Inilah sekilas tentang bagaimana kondisi bangsa Romawi sebelum diutusnya Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam.
PERSIA
Berkenaan dengan Persia -yang menguasai belahan bumi yang lain di bagian timur-, ternyata mereka tidaklah kalah jelek dan buruk dibandingkan dengan moral Romawi. Bahkan begitu buruknya akhlak mereka hingga diantara tradisi mereka adalah menikah dengan mahram mereka sendiri. Padahal, hal ini dianggap buruk oleh manusia dimanapun berada, hal ini juga menyelisihi fithrah dan akal sehat manusia. Mereka menikah dengan adik perempuannya, putrinya, bahkan ibunya sendiri. Inilah diantara keburukan nyata yang terjadi di Persia. Tradisi jelek ini dilakukan oleh raja-raja mereka, disebutkan bahwa Raja Yazdajird II menikah dengan putrinya sendiri lalu akhirnya ia pun membunuh putrinya tersebut. Ada pula raja yang menikah dengan adik perempuan kandungnya. Menurut mereka, hal ini adalah sesuatu yang biasa padahal perilaku seperti adalah perilaku yang sangat buruk, tercela dan sangat dibenci.
Diantara keburukan mereka juga adalah sikap yang sangat mengagungkan kisrah, gelar bagi raja bangsa Persia. Mereka memiliki keyakinan bahwa di dalam diri raja mereka mengalir darah ketuhanan, sehingga mereka harus bersujud dan tunduk kepada sang raja, tidak boleh dekat dengan sang raja, ada jarak tertentu yang harus dipenuhi antara raja dan selain raja. Menteri jaraknya sekian meter, panglima jaraknya sekian meter, rakyat biasa jaraknya sekian meter, semua ada aturannya. Bahkan untuk masuk ke kerajaan, harus membawa benda semacam kain atau kapas untuk menutup nafasnya agar jangan sampai nafasnya mengenai sang raja, karena di dalam diri raja mengalir darah tuhan. Inilah keyakinan mereka. Dan salah satu diantara yang paling parah akan keburukan Persia adalah keyakinan mereka dalam menyembah api.
Inilah kondisi selain bangsa Arab yang sangat jauh dari ajaran Allāh Subhānahu wa Ta’āla. Karenanya Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam menceritakan kondisi tersebut dengan mengatakan:
إِنَّ اللَّهَ نَظَرَ إِلَى أَهْلِ الْأَرْضِ فَمَقَتَهُمْ عَرَبَهُمْ وَعَجَمَهُمْ إِلَّا بَقَايَا مِنْ أَهْلِ الْكِتَاب
“Allāh Subhānahu wa Ta’āla melihat kepada penduduk bumi lalu Allāh murka kepada mereka, baik orang Arabnya maupun orang non Arab seluruhnya kecuali yang tersisa dari Ahli Kitab.”
Ini menunjukkan bahwa masih ada orang yang masih tergolong Ahli Kitab namun sedikit, makanya ta’bir dari Rasūlullāh shallallāhu ‘alayhi wa sallam dengan istilah “baqāyā” (sisa-sisa), artinya sangat sedikit dari Ahli Kitab yang masih berpegang teguh dengan ajaran mereka, diantaranya adalah Salman Al-Fārisi yang akhirnya berpindah dari agama penyembah api, menjadi Nashara lantaran bertemu dengan sebagian pendeta yang masih lurus tauhidnya, sampai akhirnya beliau mendapat informasi mengenai Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, lalu berupaya menemui beliau dan akhirnya masuk Islam.
Di zaman Nabi shallallāhu ‘alayhi wa sallam, ada pula sejumlah orang yang disebut dengan pengikut Hanafiyyah, yaitu orang-orang yang masih mengikuti ajaran Nabi Ibrāhīm ‘alayhissalām. Ada juga baqāyā Ahli Kitab seperti Waraqah bin Naufal yang masih berpegang dengan ajaran Nashrani yang lurus. Mereka menjauhkan diri dari menyembah berhala, dan banyak dari mereka yang akhirnya masuk Islam setelah mengetahui kenabian Rasulullah Muhammad ﷺ.
Jakarta, 26-01-1439 H / 16-10-2017 M
Abu Abdil Muhsin Firanda Andirja
www.firanda.com